Minggu, 24 Juli 2016

TENTANG KEYAKINAN BAG3

Materi Yakin, bagian 3
Senin, 25 Juli 2016

Saya sering tersenyum, manakala perjalanan pengalaman saya sendiri dan orang-orang, sesungguhnya adalah pelajaran untuk percaya kepada Allah, dari Allah sendiri. Yaa, Allah Yang Mengajarkan. Mengajarkan kita untuk percaya pada-Nya.

Sementara itu, tidak sedikit orang-orang yang kelewat bagus kepercayaan dirinya, keyakinan kepada dirinya, kebanggan terhadap dirinya, yang semuanya itu harusnya jadi positif. Namun justru sama-sama fatal. Dirinya, pikirannya, keyakinannya, malah menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri.

Fatal. Salah fatal lagi. Naudzubillah, Perhatikan kalimat di atas, baca ulang sampe nancep. Jangan sampe kita menuhankan diri sendiri.

Seseorang yang diwawancarai untuk dapat pekerjaan, lalu tinggi sekali kepercayaan dirinya, dia percaya bahwa dia bakal diterima, bahkan dengan salary yang dia minta, bisa jadi dia bakal diterima. Satu saja cacatnya. Dia tidak percaya kepada Allah. Percayanya sama dirinya, sama ijazahnya. Sama kemampuan skill nya. Sama pengalaman bekerjanya. Sama penampilan dirinya.

Sementara, Allah sama sekali ga ada. Ga ada di lisannya, sehingga ia kerap lupa berdoa dan menyebut Allah, baik memuji-Nya, bertasbih untuk-Nya. Ga ada di pikirannya, yang membuatnya terjaga dari kesombongan. Dan ga ada di perbuatan. Sehingga ga ada bismillah, ga ada alhamdulillah. Habis diterima, malah senang-senang yang membuat Allah malah akan menghadiahkan azab baginya.

Untuk percaya, perlu bukti. Sederet bukti pula. Ga cukup hanya satu bukti saja. Saudara bilang, saya percaya sama Allah. Tapi lisan tok. Ini ga laku. Kudu ada perbuatan yang mengikuti. Kudu ada amal yang mengikuti. Kudu ada action yang keluar dari seseorang yang katanya percaya sama Allah.

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar